Dalam Pasal 12, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia disebutkan, tidak seorang pun boleh diganggu urusan pribadinya, keluarganya, rumah tangganya atau hubungan surat menyuratnya dengan sewenang-wenang; juga tidak diperkenankan melakukan pelanggaran atas kehormatan dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan atau pelanggaran seperti ini. Privasi atau kerahasiaan adalah informasi-informasi yang jika terungkap ke publik akan merugikan pemiliknya baik dari sisi psikologis, finansial maupun fisik. Informasi-informasi seperti status pernikahan, tanggal lahir, nomor induk kependudukan, informasi keuangan dan aset, informasi medis, informasi tentang semua nomor yang pernah dihubungi dan informasi lain yang serupa, adalah privasi. Dari informasi-informasi semacam itu dapat diperoleh data-data baru atau dapat disalahgunakan untuk urusan perdagangan dan selainnya. Sebagian besar negara dunia menerapkan sejumlah aturan khusus untuk melindungi wilayah privat warganya dan karena aturan ini termasuk yang mengurus hak asasi manusia, maka biasanya cenderung ketat. Harus diakui, wilayah privat sangat rentan dilanggar di media sosial dan terbuka lebar penyalahgunaan atas informasi pribadi pengguna. Di sisi lain, kemungkinan untuk menuntut secara hukum terbilang kecil, karena informasi secara luas dan tidak dikenal diberikan kepada seseorang yang tidak bisa dilacak keberadaannya.
Selain itu, hak privasi pengguna atas informasi, tidak jelas dan tegas, dan semua situs media sosial (internet) dalam bentuk apapun yang mereka inginkan, bisa menggunakannya untuk meraup keuntungan, bahkan tujuan politik dan sosial. Salah satu contoh hak privasi misalnya hak untuk dapat melakukan komunikasi dengan orang lain tanpa harus diketahui oleh umum. Hak privasi ini adalah termasuk derogable rights sehingga dapat dikurangi pemenuhannya. Sebagai contoh pengurangan hak atas privasi dalam berkomunikasi ini adalah terkait pengaturan tentang penyadapan dalam UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (“UU 36/1999”). UU 36/1999 memang tidak menggunakan terminologi hak privasi melainkan “hak pribadi”. Ketentuannya berbunyi sebagai berikut “...pada dasarnya informasi yang dimiliki seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang”. Namun, dalam beberapa keadaan, ketentuan tersebut dapat disimpangi sehingga tindakan penyadapan diperbolehkan sebagaimana diatur dalam. Pasal 42 ayat (2) huruf b UU 36/1999 yang menyatakan, “untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.” Ditegaskan pula dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, KPK berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan. Jadi, hak pribadi/privasi seseorang adalah derogable rights karena masih dapat dikurangi dalam keadaan-keadaan tertentu.
Comments
Post a Comment